Rabu, 10 Juni 2009

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

”Sesama Bis Kota, Dilarang Saling Mendahului”. Anda pernah mendengar kalimat itu? Mungkin pada awalnya kalimat itu dibuat untuk mengingatkan para sopir bis kota supaya tidak ngebut atau balap-balapan dengan bis kota yang lainnya. Sehingga, kalimat itu jelas tertulis dikaca belakang setiap bis kota. Lama kelamaan, kalimat itu menjadi begitu populer seolah ingin mengingatkan kita supaya tetap menjaga norma dan etika ketika sedang bersaing. Semakin tinggi tingkat persaingan, semakin besar peluang untuk saling menyerang. Bahkan, tak jarang kita saling menjatuhkan.

Persaingan tidak hanya terjadi untuk memperebutkan kursi kepresidenan. Melainkan juga pada semua sektor kehidupan. Persaingan bisnis, terjadi setiap hari. Persaingan dengan teman dikantor, seolah tidak kenal henti. Bahkan persaingan untuk memperebutkan seorang pacar, bukan peristiwa yang langka. Pendek kata, kita seolah hidup dalam lingkungan yang penuh dengan persaingan. Sampai-sampai, ada orang yang berkeyakinan; ”kalau hidup tidak mau bersaing, maka kita bakal tersingkirkan”. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kita sering menemukan orang melakukan apa saja untuk memenangkan persaingan.

Dikantor, persaingan sering melahirkan hubungan yang tidak harmonis diantara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain. Bahkan, antara bos di divisi yang satu dengan bos di divisi yang lain. Akhirnya, anak buah mereka juga mau tidak mau ikut terlibat didalam persaingan tidak sehat itu. Walhasil, hubungan diantara kedua divisi tidak pernah berjalan mulus. Ada saja kata-kata sindiran, memojokkan atau usaha-usaha penjegalan satu sama lain. Meskipun mereka bertemu setiap hari, mereka enggan untuk sekedar saling bertegur sapa.

Tetapi, apakah persaingan selalu berdampak seburuk itu? Tidak juga. Persaingan yang sehat bersifat positif. Bahkan, orang-orang yang bersaing secara sehat dapat mengambil manfaat dari proses persaingan itu. Sebab, persaingan yang sehat memiliki beberapa ciri unik yang semuanya bermotif positif. Ciri-ciri itu antara lain;
Pertama, orang-orang yang bersaing saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Kedua, orang-orang yang bersaing memiliki pertalian batin dan hubungan pribadi yang baik.
Ketiga, orang-orang yang bersaing menerima dengan legowo kemenangan temannya.
Keempat, orang yang kalah bersaing mendedikasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk mendukung kemenangan temannya.
Kelima, orang yang menang bersaing menjaga perasaan dan merangkul temannya yang kalah untuk berbagi kemenangan dengannya.

Sedangkan persaingan yang didasari oleh rasa iri dan keserakahan justru menyebabkan perpecahan dan suasana yang merugikan bagi perusahaan. Sebab, orang-orang yang dirinya diliputi oleh keserakahan selalu ingin menguasai segala hal indah sendirian. Orang semacam ini, tidak akan puas oleh jabatan atau penghasilan yang mereka dapatkan. Selama masih ada orang lain yang lebih dari dirinya, dia akan terus berusaha mengalahkannya. Perasaan iri, sama berbahayanya. Orang-orang yang memelihara rasa iri tidak pernah senang melihat keberhasilan orang lain. Sehingga dia melakukan cara apapun untuk menjatuhkan.

Namun, mengapa hanya ’sesama bis kota’ yang dilarang saling mendahului? Apakah bis kota boleh ’mendahului angkot’, misalnya? Didalam konteks kehidupan manusia, ternyata memang persaingan tidak sehat itu terjadi diantara orang-orang yang berada dalam ’satu komunitas’ atau ’satu profesi’. Misalnya, karyawan iri kepada sesama karyawan. Mereka tidak iri kepada pedagang di pasar. Sebaliknya, pedagang di pasar, iri pada temannya sesama pemilik kios di pasar. Artis iri kepada artis. Pelajar iri kepada pelajar. Trainer, iri kepada trainer. Teman iri kepada teman. Dan sebagainya. Kemudian, dari perasaan iri itu muncullah sifat antipati. Dan ketika seseorang memiliki sikap antipati, maka pasti dia tidak akan pernah bersedia untuk mengulurkan tangan dengan tulus ketika temannya membutuhkan bantuan. Padahal bukankah Tuhan menciptakan kita untuk saling menolong satu sama lain? Jika demikian, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk mengikis habis semua perasaan iri yang masih tersisa didalam hati.


Catatan Kaki:
Ketika kita memudahkan jalan seseorang, mungkin dia lupa atas semua kontribusi yang pernah kita berikan. Namun, Tuhan tidak pernah keliru menghitung. Sebab, setiap amal perbuatan; akan diacatat dengan cermat.

Senin, 16 Maret 2009

INFO PIO

temen-temen tercinta, mohon maaf saya ijin, hari ini seharusnya quis, anda belajar mandiri ya,presensi di tandatangani, jangan lupa untuk mempersiapkan quis, bahan yang telah saya ajarkan, mungkin kalau bisa minggu ini saya mencari jam kosong, atau jam yang bisa saya masuki. Mohon maaf sekali lagi. Regards

TUGAS PRP

mas mbak tercinta, maaf hari ini tidak bisa mendampingi teman2. ada tugas, mohon dikumpulkan hari ini juga. kelompok prp yang telah terbentuk mohon menyusun tema pelatihan yang akan dilakukan. pelatihan boleh apa saja, namun tentukan bahwa pelatihan anda hanya untuk subyek dewasa (ingat pertemuan pertama kita tentang andragogi). silahkan cari tema pelatihan, tujuan pelatihan, manfaat pelatihan, sasaran pelatihan dan isi pelatihan (hanya menyebutkan materinya apa saja, tidak samapai pembuatan modul).
harap diingat bahwa tema pelatihan tiap kelompok HARUS BEDA, tidak boleh ada yang sama. setelah anda selesai, mohon kirimkan hasil tugas anda ke email saya di aditya_npriyatama@yahoo.com, di attach ya, pake microsoft word. jangan lupa untuk menuliskan presensi kehadiaran anda di lembar presensi.

Kamis, 12 Maret 2009

QUIS

MK EKSPERIMEN, PIO TAT DAN PRP SIAP UNTUK QUIS

Selasa, 10 Maret 2009

LIBUR

selasa ini, ijin tidak mengajar dulu ya...ada urusan (sedikit penting) di magetan. Minggu depan kita ketemu lagi......terima kasih

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

’Be the best!’ begitu kata para pakar pemberi semangat. Jadilah yang terbaik. Kita meyakini bahwa dengan menjadi yang terbaik, kita akan berhasil meraih kesuksesan. Kemudian, kita menengok ke kiri dan ke kanan. Menyaksikan betapa teman-teman kita telah berprestasi tinggi sehingga semangat untuk menjadi yang terbaik mendorong kita untuk melampaui pencapaian-pencapaian mereka. Dengan begitu, kita menjadi manusia yang sangat kompetitif. Permasalahan yang muncul kemudian adalah; kita sering lupa bahwa untuk melampaui kinerja orang lain, kita perlu mengindahkan etika. Bahwa dalam berkompetisi ada rambu-rambu yang perlu kita ikuti. Jika tidak, maka kita akan melakukan ’cara apa saja’ demi meraih gelar manusia terbaik itu. Mengapa manusia seperti kita sering terjebak pada situasi seperti itu?

Itu karena kita cenderung menganggap konsepsi menjadi yang terbaik itu sebagai sebuah gagasan untuk membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa berkewajiban untuk menjadi ’lebih’ dari orang lain. Jika teman-teman kita di kantor pada rajin, maka ’be the best’ secara salah kaprah berarti; ’lebih rajin daripada orang lain’. Jika orang lain pintar, maka kita mesti ’lebih’ pintar dari orang itu. Jika orang lain hebat, maka kita harus ’lebih’ hebat darinya. Maka, akhirnya kita terjebak pada proses pengejaran orang lain, atau berlari meninggalkan mereka dibelakang. Tetapi, apakah salah jika kita mempunyai sifat kompetitif seperti itu? Mungkin tidak salah. Namun, kita sering menjadi tidak sadar bahwa hidup kita menjadi sekedar berkutat pada perlombaan tak berkesudahan itu.

Memangnya apa pasal jika demikian? Kelihatannya memang tidak ada persoalan. Namun, jika kita tilik lebih dekat, semangat kompetitif itu merupakan salah satu sumber kecemasan manusia modern. Orang bisa tidak tidur nyenyak hanya gara-gara temannya dikantor mendapatkan rating appraisal lebih baik dari dirinya. Orang bisa gelisah hanya gara-gara orang lain hampir menyaingi dirinya dalam suatu tugas tertentu. Pendek kata, para mediocre berpusing ria untuk bisa melampaui orang-orang hebat. Sedangkan orang-orang hebat berdebar jantung karena tiba-tiba saja mereka mendapati para pendatang baru menunjukkan potensi untuk menjadi pesaing handal dimasa depan.

Itulah sebabnya, dijaman ini kita sering menemukan orang yang berusaha mati-matian menghambat pertumbuhan dan perkembangan orang lain. Ada pula yang begitu protektif kepada kedudukannya. Atau, mereka yang begitu pelit untuk sekedar berbagi ilmu kepada koleganya. Karena, mereka tahu bahwa orang-orang disekitarnya mempelajari sesuatu untuk menjadi ancaman dikemudian hari. Dan kita tahu bahwa semua itu dibahanbakari oleh sebuah konsepsi yang keliru tentang ’being the best’. Mengapa saya harus menolong orang lain untuk menjadi ’the best’? Bukankah jika dia menjadi ’the best’ maka itu berarti bahwa mungkin saya sudah tidak the best lagi?

Sesungguhnya menjadi ’the best’ itu adalah sebuah perjalanan pribadi. Bukan perjalanan yang melibatkan orang lain. Dan itu berarti bahwa sama sekali tidak ada hubungan antara ’menjadi yang terbaik’ dengan melampaui orang lain. Lho, kok begitu? Ya memang begitu. Sebab, menjadi yang terbaik itu seharusnya diletakkan pada konteks ’menjadi manusia terbaik sesuai dengan kapasitas diri sesungguhnya’. Dengan begitu, kita tidak akan terlampau pusing apakah orang lain lebih baik dari kita atau tidak. Sebab, jika kita sudah menjadi yang terbaik sesuai dengan kapasitas diri kita, maka kekhawatiran itu mesti tidak ada lagi.

Teman anda mengatakan bahwa dia bisa melakukan ini dan itu, sedangkan anda tidak. Jika anda menempatkan konsep ’be the best’ secara keliru, maka Anda akan panas mendengarnya. Lalu anda mati-matian berusaha agar bisa melakukan hal yang sama, atau mungkin juga anda melakukan sesuatu agar saingan anda tidak lagi bisa melakukan hal itu. Sebaliknya, dengan konsepsi yang benar; anda akan menerima kenyataan bahwa memang orang itu bisa melakukan ini dan itu. Tetapi, anda sendiripun sadar bahwa ada banyak hal lain yang anda bisa lakukan tetapi orang itu tidak. Benarkah? Tentu benar. Karena, kita percaya bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Dan itu berarti, kita mengakui kalau orang lain memiliki kelebihan dari kita. Jadi, kita tidak akan panas hati ketika ada orang mengkalim diri lebih baik dari kita. Dan itu juga berarti kita menyadari bahwa kita memiliki kelebihan dari orang lain. Jadi, meskipun mereka lebih dalam hal-hal tertentu, kita juga pasti lebih dalam hal lain. Juga berarti bahwa meskipun anda hebat dalam hal-hal tertentu, anda bersedia menerima kenyataan bahwa orang lain lebih baik dari anda dalam hal lain.

Dengan konsepsi itu juga, kita bisa membebaskan diri dari sebuah persaingan penuh kecemasan seperti itu. Persaingan yang sering menjebak kita untuk melakukan tindakan-tindakan tidak sportif, atau memaksakan diri melakukan sesuatu yang sesungguhnya diluar kemampuan kita. Sebaliknya, konsepsi itulah yang bisa membawa kita kepada dua hal, yaitu; (1) ikut senang atas kehebatan dan keunggulan orang lain, dan (2) bersemangat untuk menemukan ’hal terbaik’ apa yang bisa kita temukan dalam hidup kita. Sehingga, kita berkesempatan untuk mengakui fitrah Tuhan tentang kenyataan bahwa; setiap manusia itu dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan kita bisa mengikuti apa yang Tuhan inginkan, yaitu; saling melengkapi satu sama lain.

Hore,
Hari Baru!

Catatan Kaki:
Jika kita semua bisa saling berkontribusi satu sama lain; kita tidak perlu lagi saling mengklaim diri sebagai yang terbaik, apalagi saling mengalahkan untuk sekedar menguatkan eksistensi diri.

Sabtu, 07 Maret 2009

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Apa yang anda lakukan seandainya mengetahui bahwa perusahaan anda tengah menghadapi situasi sulit? ”Cepetan pindah, deh.” begitu nasehat yang sering kita dengarkan. Itulah sebabnya, banyak orang yang segera hengkang begitu tahu bahwa perusahaan sedang berada dalam kesulitan. Padahal, justru pada situasi seperti itu perusahaan sangat membutuhkan peran orang-orang kunci. Memang sangat mudah untuk mendapatkan kesetiaan ketika segala sesuatunya tengah indah. Namun, dalam keadaan sulit; apakah kita bisa mendapatkan orang-orang setia semudah itu? Boleh jadi, kesulitan yang tengah dihadapi oleh perusahaan itu merupakan saat paling tepat bagi kita untuk menentukan apakah kita ini benar-benar setia atau tidak.

Dimasa lalu, kita tidak pernah tahu suatu perusahaan akan bangkrut kecuali sudah tidak ada waktu lagi untuk melakukan apapun. Semuanya sering sudah terlambat. Dimasa kini, indikasi kebangkrutan sebuah perusahaan nyaris tidak bisa disembunyikan. Bahkan, dalam media dunia akhir-akhir ini kita membaca begitu banyak nama besar yang diperkirakan memasuki masa-masa sulit ditahun ini. Hal ini mengindikasikan banyak hal. Tetapi, yang terpenting adalah membuka mata hati kita dengan kenyataan bahwa ’perusahaan sedang membutuhkan kita untuk membantunya keluar dari sitasi sulit yang sedang dihadapinya’.

Hubungan kerja itu hampir menyerupai pernikahan. Janji apa yang anda ucapan ketika menikah? Anda berjanji untuk tetap setia baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah. Ketika perusahaan kita dalam keadaan sehat, kita selalu senang bekerja untuknya. Kita selalu setia kepadanya. Seolah tak mungkin bisa goyah. Jika sekarang perusahaan anda sedang berada dalam situasi sulit; apakah anda mempunyai tingkat kesetiaan yang sama?

Banyak orang yang resah ketika manajemen puncak mengumumkan kesulitan perusahaan. Dan keresahan itu sering berubah menjadi kemarahan ketika pengumuman itu diikuti oleh keputusan yang menyebalkan. Misalnya, manajemen memutuskan untuk menunda kenaikan gaji. Atau merevisi paket kompensasi dan benefit untuk jangka waktu tertentu. Kita marah karena semuanya itu mengganggu kenyamanan diri kita. Namun, jika kita ingat bahwa hubungan kerja itu nyaris seperti pernikahan, maka kita akan sadar bahwa pada situasi yang sulit memang perusahaan harus melakukan tindakan penyelamatan. Dan seperti pasangan pernikahan kita, dia membutuhkan dukungan kita. Terutama ketika memasuki masa-masa sulit dalam hidupnya.

Sebaliknya, sebagian besar orang bereaksi secara negatif. Padalah, itu akan membuat situasinya semakin memburuk. Perusahaan sedang membutuhkan dukungan tertinggi. Kinerja terhebat. Prestasi terbaik, dari semua karyawannya agar bisa segera pulih dan keluar dari kesulitan. Bayangkan jika apa yang didapatkan malah sebaliknya?

Sebenarnya, siapa sih yang diuntungkan jika kita bekerja dengan mengerahkan seluruh kemampuan? Tentu perusahaan beruntung. Karena kita membantunya keluar dari kesulitan. Tetapi, yang paling diuntungkan sebenarnya adalah diri kita sendiri. Mengapa? Karena, dengan begitu perusahaan bisa terus mempertahankan karyawan. Bukankah jika perusahaan semakin terpuruk maka dampaknya akan ikut kita rasakan?

Bayangkan seandainya semua karyawan diperusahaan anda mempunyai sikap posistif dan dedikasi yang tinggi seperti itu. Tentu semua elemen perusahaan akan bahu membahu mengayuh perahu bisnis ini untuk menaklukan topan, melewati badai dan menyelamatkan diri dari gelombang besar. Sebaliknya, jika semua orang sibuk menyelamatkan diri masing-masing; siapa yang akan peduli akan keberlangsungan hidup perusahaan?

Bisa saja anda mengira bahwa cara paling cerdas adalah meninggalkan perusahaan yang tengah berada dalam situasi sulit dan pindah kepada perusahaan lain yang sedang sehat. Mungkin anda benar. Tetapi, seseorang yang berdedikasi tinggi tidak meninggalkan perusahaan dalam situasi sulit. Sebaliknya, kita bisa melihat contoh nyata orang-orang besar yang keluar dari perusahaan justru pada saat perusahaan tengah mencapai puncak prestasinya. Bukan ketika tengah terpuruk. Tidak banyak orang yang seperti itu memang. Tetapi, bukankah ini saatnya bagi kita untuk menunjukkan dedikasi kita? Jadi, jika anda mengetahui bahwa perusahaan tengah berada dalam situasi sulit; hendaknya anda tidak hengkang dari sana. Sebaliknya, singsingkan lengan baju anda. Dan ajaklah teman-teman anda untuk bahu membahu bersama para pimpinan puncak perusahaan dalam usaha penyelamatan.

Memangnya apa yang akan anda dapatkan jika anda melakukan itu? Banyak hal. Contoh, jika perusahaan itu kembali pulih, maka manajemen akan melihat siapa saja orang yang berkontribusi optimal, sehingga layak mendapatkan imbalan. Jika perusahaan terpaksa harus merumahkan karyawan, maka anda yang berdedikasi tinggi akan masuk kedalam daftar orang-orang yang pantas untuk dipertahankan. Bagaimana jika situasinya semakin sulit? Tak perlu panik; karena dalam situasi ekonomi global yang semerawut ini kesulitan tidak hanya dialami oleh perusahaan anda. Tetapi, sejauh kita sudah mengoptimalkan semua potensi diri yang Tuhan berikan kepada kita; maka selebihnya kita serahkan saja kepada sang Maha Kuasa. Dan kita boleh bilang; ”Tuhan, saya mempersembahkan semua bakti saya kepada Engkau dengan cara mengerahkan semua potensi diri yang telah Engkau berikan. Dan sekarang, saya menyerahkan diri kepadaMu…..”

Sebaliknya, jika dalam situasi sulit ini kita tidak peduli kepada nasib perusahaan. Lantas mengurangi kontribusi kita. Dan membiarkan potensi diri terbengkalai; maka kita akan rugi dua kali. Kita rugi karena kondite kita dimata perusahaan tidak bagus. Kita juga rugi karena Tuhan kesal ketika mengetahui kita telah menyia-nyiakan seluruh daya hidup yang telah Dia berikan.

Jadi, tidak ada cara lain selain meningkatkan kontribusi dan dedikasi. Dengan cara mencurahkan segenap kemampuan, untuk menolong perusahaan yang sedang berada dalam kesulitan. Sebab, seperti pernikahan; ketika pasangan kita tengah menghadapi kesulitan, kita akan tetap setia mendapinginya. Sampai kita sama-sama bisa keluar dari semua cobaan, dan kembali memasuki kehidupan yang menyenangkan. Anda siap melakukannya? Tentu. Karena badai pasti berlalu, teman.


Catatan Kaki:
Orang yang berdedikasi tinggi tidak meninggalkan perusahaan dalam situasi sulit. Sebaliknya, dia bertahan dengan mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya untuk berontribusi dalam usaha penyelamatan.