Senin, 16 Maret 2009

INFO PIO

temen-temen tercinta, mohon maaf saya ijin, hari ini seharusnya quis, anda belajar mandiri ya,presensi di tandatangani, jangan lupa untuk mempersiapkan quis, bahan yang telah saya ajarkan, mungkin kalau bisa minggu ini saya mencari jam kosong, atau jam yang bisa saya masuki. Mohon maaf sekali lagi. Regards

TUGAS PRP

mas mbak tercinta, maaf hari ini tidak bisa mendampingi teman2. ada tugas, mohon dikumpulkan hari ini juga. kelompok prp yang telah terbentuk mohon menyusun tema pelatihan yang akan dilakukan. pelatihan boleh apa saja, namun tentukan bahwa pelatihan anda hanya untuk subyek dewasa (ingat pertemuan pertama kita tentang andragogi). silahkan cari tema pelatihan, tujuan pelatihan, manfaat pelatihan, sasaran pelatihan dan isi pelatihan (hanya menyebutkan materinya apa saja, tidak samapai pembuatan modul).
harap diingat bahwa tema pelatihan tiap kelompok HARUS BEDA, tidak boleh ada yang sama. setelah anda selesai, mohon kirimkan hasil tugas anda ke email saya di aditya_npriyatama@yahoo.com, di attach ya, pake microsoft word. jangan lupa untuk menuliskan presensi kehadiaran anda di lembar presensi.

Kamis, 12 Maret 2009

QUIS

MK EKSPERIMEN, PIO TAT DAN PRP SIAP UNTUK QUIS

Selasa, 10 Maret 2009

LIBUR

selasa ini, ijin tidak mengajar dulu ya...ada urusan (sedikit penting) di magetan. Minggu depan kita ketemu lagi......terima kasih

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

’Be the best!’ begitu kata para pakar pemberi semangat. Jadilah yang terbaik. Kita meyakini bahwa dengan menjadi yang terbaik, kita akan berhasil meraih kesuksesan. Kemudian, kita menengok ke kiri dan ke kanan. Menyaksikan betapa teman-teman kita telah berprestasi tinggi sehingga semangat untuk menjadi yang terbaik mendorong kita untuk melampaui pencapaian-pencapaian mereka. Dengan begitu, kita menjadi manusia yang sangat kompetitif. Permasalahan yang muncul kemudian adalah; kita sering lupa bahwa untuk melampaui kinerja orang lain, kita perlu mengindahkan etika. Bahwa dalam berkompetisi ada rambu-rambu yang perlu kita ikuti. Jika tidak, maka kita akan melakukan ’cara apa saja’ demi meraih gelar manusia terbaik itu. Mengapa manusia seperti kita sering terjebak pada situasi seperti itu?

Itu karena kita cenderung menganggap konsepsi menjadi yang terbaik itu sebagai sebuah gagasan untuk membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa berkewajiban untuk menjadi ’lebih’ dari orang lain. Jika teman-teman kita di kantor pada rajin, maka ’be the best’ secara salah kaprah berarti; ’lebih rajin daripada orang lain’. Jika orang lain pintar, maka kita mesti ’lebih’ pintar dari orang itu. Jika orang lain hebat, maka kita harus ’lebih’ hebat darinya. Maka, akhirnya kita terjebak pada proses pengejaran orang lain, atau berlari meninggalkan mereka dibelakang. Tetapi, apakah salah jika kita mempunyai sifat kompetitif seperti itu? Mungkin tidak salah. Namun, kita sering menjadi tidak sadar bahwa hidup kita menjadi sekedar berkutat pada perlombaan tak berkesudahan itu.

Memangnya apa pasal jika demikian? Kelihatannya memang tidak ada persoalan. Namun, jika kita tilik lebih dekat, semangat kompetitif itu merupakan salah satu sumber kecemasan manusia modern. Orang bisa tidak tidur nyenyak hanya gara-gara temannya dikantor mendapatkan rating appraisal lebih baik dari dirinya. Orang bisa gelisah hanya gara-gara orang lain hampir menyaingi dirinya dalam suatu tugas tertentu. Pendek kata, para mediocre berpusing ria untuk bisa melampaui orang-orang hebat. Sedangkan orang-orang hebat berdebar jantung karena tiba-tiba saja mereka mendapati para pendatang baru menunjukkan potensi untuk menjadi pesaing handal dimasa depan.

Itulah sebabnya, dijaman ini kita sering menemukan orang yang berusaha mati-matian menghambat pertumbuhan dan perkembangan orang lain. Ada pula yang begitu protektif kepada kedudukannya. Atau, mereka yang begitu pelit untuk sekedar berbagi ilmu kepada koleganya. Karena, mereka tahu bahwa orang-orang disekitarnya mempelajari sesuatu untuk menjadi ancaman dikemudian hari. Dan kita tahu bahwa semua itu dibahanbakari oleh sebuah konsepsi yang keliru tentang ’being the best’. Mengapa saya harus menolong orang lain untuk menjadi ’the best’? Bukankah jika dia menjadi ’the best’ maka itu berarti bahwa mungkin saya sudah tidak the best lagi?

Sesungguhnya menjadi ’the best’ itu adalah sebuah perjalanan pribadi. Bukan perjalanan yang melibatkan orang lain. Dan itu berarti bahwa sama sekali tidak ada hubungan antara ’menjadi yang terbaik’ dengan melampaui orang lain. Lho, kok begitu? Ya memang begitu. Sebab, menjadi yang terbaik itu seharusnya diletakkan pada konteks ’menjadi manusia terbaik sesuai dengan kapasitas diri sesungguhnya’. Dengan begitu, kita tidak akan terlampau pusing apakah orang lain lebih baik dari kita atau tidak. Sebab, jika kita sudah menjadi yang terbaik sesuai dengan kapasitas diri kita, maka kekhawatiran itu mesti tidak ada lagi.

Teman anda mengatakan bahwa dia bisa melakukan ini dan itu, sedangkan anda tidak. Jika anda menempatkan konsep ’be the best’ secara keliru, maka Anda akan panas mendengarnya. Lalu anda mati-matian berusaha agar bisa melakukan hal yang sama, atau mungkin juga anda melakukan sesuatu agar saingan anda tidak lagi bisa melakukan hal itu. Sebaliknya, dengan konsepsi yang benar; anda akan menerima kenyataan bahwa memang orang itu bisa melakukan ini dan itu. Tetapi, anda sendiripun sadar bahwa ada banyak hal lain yang anda bisa lakukan tetapi orang itu tidak. Benarkah? Tentu benar. Karena, kita percaya bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Dan itu berarti, kita mengakui kalau orang lain memiliki kelebihan dari kita. Jadi, kita tidak akan panas hati ketika ada orang mengkalim diri lebih baik dari kita. Dan itu juga berarti kita menyadari bahwa kita memiliki kelebihan dari orang lain. Jadi, meskipun mereka lebih dalam hal-hal tertentu, kita juga pasti lebih dalam hal lain. Juga berarti bahwa meskipun anda hebat dalam hal-hal tertentu, anda bersedia menerima kenyataan bahwa orang lain lebih baik dari anda dalam hal lain.

Dengan konsepsi itu juga, kita bisa membebaskan diri dari sebuah persaingan penuh kecemasan seperti itu. Persaingan yang sering menjebak kita untuk melakukan tindakan-tindakan tidak sportif, atau memaksakan diri melakukan sesuatu yang sesungguhnya diluar kemampuan kita. Sebaliknya, konsepsi itulah yang bisa membawa kita kepada dua hal, yaitu; (1) ikut senang atas kehebatan dan keunggulan orang lain, dan (2) bersemangat untuk menemukan ’hal terbaik’ apa yang bisa kita temukan dalam hidup kita. Sehingga, kita berkesempatan untuk mengakui fitrah Tuhan tentang kenyataan bahwa; setiap manusia itu dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan kita bisa mengikuti apa yang Tuhan inginkan, yaitu; saling melengkapi satu sama lain.

Hore,
Hari Baru!

Catatan Kaki:
Jika kita semua bisa saling berkontribusi satu sama lain; kita tidak perlu lagi saling mengklaim diri sebagai yang terbaik, apalagi saling mengalahkan untuk sekedar menguatkan eksistensi diri.

Sabtu, 07 Maret 2009

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Apa yang anda lakukan seandainya mengetahui bahwa perusahaan anda tengah menghadapi situasi sulit? ”Cepetan pindah, deh.” begitu nasehat yang sering kita dengarkan. Itulah sebabnya, banyak orang yang segera hengkang begitu tahu bahwa perusahaan sedang berada dalam kesulitan. Padahal, justru pada situasi seperti itu perusahaan sangat membutuhkan peran orang-orang kunci. Memang sangat mudah untuk mendapatkan kesetiaan ketika segala sesuatunya tengah indah. Namun, dalam keadaan sulit; apakah kita bisa mendapatkan orang-orang setia semudah itu? Boleh jadi, kesulitan yang tengah dihadapi oleh perusahaan itu merupakan saat paling tepat bagi kita untuk menentukan apakah kita ini benar-benar setia atau tidak.

Dimasa lalu, kita tidak pernah tahu suatu perusahaan akan bangkrut kecuali sudah tidak ada waktu lagi untuk melakukan apapun. Semuanya sering sudah terlambat. Dimasa kini, indikasi kebangkrutan sebuah perusahaan nyaris tidak bisa disembunyikan. Bahkan, dalam media dunia akhir-akhir ini kita membaca begitu banyak nama besar yang diperkirakan memasuki masa-masa sulit ditahun ini. Hal ini mengindikasikan banyak hal. Tetapi, yang terpenting adalah membuka mata hati kita dengan kenyataan bahwa ’perusahaan sedang membutuhkan kita untuk membantunya keluar dari sitasi sulit yang sedang dihadapinya’.

Hubungan kerja itu hampir menyerupai pernikahan. Janji apa yang anda ucapan ketika menikah? Anda berjanji untuk tetap setia baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah. Ketika perusahaan kita dalam keadaan sehat, kita selalu senang bekerja untuknya. Kita selalu setia kepadanya. Seolah tak mungkin bisa goyah. Jika sekarang perusahaan anda sedang berada dalam situasi sulit; apakah anda mempunyai tingkat kesetiaan yang sama?

Banyak orang yang resah ketika manajemen puncak mengumumkan kesulitan perusahaan. Dan keresahan itu sering berubah menjadi kemarahan ketika pengumuman itu diikuti oleh keputusan yang menyebalkan. Misalnya, manajemen memutuskan untuk menunda kenaikan gaji. Atau merevisi paket kompensasi dan benefit untuk jangka waktu tertentu. Kita marah karena semuanya itu mengganggu kenyamanan diri kita. Namun, jika kita ingat bahwa hubungan kerja itu nyaris seperti pernikahan, maka kita akan sadar bahwa pada situasi yang sulit memang perusahaan harus melakukan tindakan penyelamatan. Dan seperti pasangan pernikahan kita, dia membutuhkan dukungan kita. Terutama ketika memasuki masa-masa sulit dalam hidupnya.

Sebaliknya, sebagian besar orang bereaksi secara negatif. Padalah, itu akan membuat situasinya semakin memburuk. Perusahaan sedang membutuhkan dukungan tertinggi. Kinerja terhebat. Prestasi terbaik, dari semua karyawannya agar bisa segera pulih dan keluar dari kesulitan. Bayangkan jika apa yang didapatkan malah sebaliknya?

Sebenarnya, siapa sih yang diuntungkan jika kita bekerja dengan mengerahkan seluruh kemampuan? Tentu perusahaan beruntung. Karena kita membantunya keluar dari kesulitan. Tetapi, yang paling diuntungkan sebenarnya adalah diri kita sendiri. Mengapa? Karena, dengan begitu perusahaan bisa terus mempertahankan karyawan. Bukankah jika perusahaan semakin terpuruk maka dampaknya akan ikut kita rasakan?

Bayangkan seandainya semua karyawan diperusahaan anda mempunyai sikap posistif dan dedikasi yang tinggi seperti itu. Tentu semua elemen perusahaan akan bahu membahu mengayuh perahu bisnis ini untuk menaklukan topan, melewati badai dan menyelamatkan diri dari gelombang besar. Sebaliknya, jika semua orang sibuk menyelamatkan diri masing-masing; siapa yang akan peduli akan keberlangsungan hidup perusahaan?

Bisa saja anda mengira bahwa cara paling cerdas adalah meninggalkan perusahaan yang tengah berada dalam situasi sulit dan pindah kepada perusahaan lain yang sedang sehat. Mungkin anda benar. Tetapi, seseorang yang berdedikasi tinggi tidak meninggalkan perusahaan dalam situasi sulit. Sebaliknya, kita bisa melihat contoh nyata orang-orang besar yang keluar dari perusahaan justru pada saat perusahaan tengah mencapai puncak prestasinya. Bukan ketika tengah terpuruk. Tidak banyak orang yang seperti itu memang. Tetapi, bukankah ini saatnya bagi kita untuk menunjukkan dedikasi kita? Jadi, jika anda mengetahui bahwa perusahaan tengah berada dalam situasi sulit; hendaknya anda tidak hengkang dari sana. Sebaliknya, singsingkan lengan baju anda. Dan ajaklah teman-teman anda untuk bahu membahu bersama para pimpinan puncak perusahaan dalam usaha penyelamatan.

Memangnya apa yang akan anda dapatkan jika anda melakukan itu? Banyak hal. Contoh, jika perusahaan itu kembali pulih, maka manajemen akan melihat siapa saja orang yang berkontribusi optimal, sehingga layak mendapatkan imbalan. Jika perusahaan terpaksa harus merumahkan karyawan, maka anda yang berdedikasi tinggi akan masuk kedalam daftar orang-orang yang pantas untuk dipertahankan. Bagaimana jika situasinya semakin sulit? Tak perlu panik; karena dalam situasi ekonomi global yang semerawut ini kesulitan tidak hanya dialami oleh perusahaan anda. Tetapi, sejauh kita sudah mengoptimalkan semua potensi diri yang Tuhan berikan kepada kita; maka selebihnya kita serahkan saja kepada sang Maha Kuasa. Dan kita boleh bilang; ”Tuhan, saya mempersembahkan semua bakti saya kepada Engkau dengan cara mengerahkan semua potensi diri yang telah Engkau berikan. Dan sekarang, saya menyerahkan diri kepadaMu…..”

Sebaliknya, jika dalam situasi sulit ini kita tidak peduli kepada nasib perusahaan. Lantas mengurangi kontribusi kita. Dan membiarkan potensi diri terbengkalai; maka kita akan rugi dua kali. Kita rugi karena kondite kita dimata perusahaan tidak bagus. Kita juga rugi karena Tuhan kesal ketika mengetahui kita telah menyia-nyiakan seluruh daya hidup yang telah Dia berikan.

Jadi, tidak ada cara lain selain meningkatkan kontribusi dan dedikasi. Dengan cara mencurahkan segenap kemampuan, untuk menolong perusahaan yang sedang berada dalam kesulitan. Sebab, seperti pernikahan; ketika pasangan kita tengah menghadapi kesulitan, kita akan tetap setia mendapinginya. Sampai kita sama-sama bisa keluar dari semua cobaan, dan kembali memasuki kehidupan yang menyenangkan. Anda siap melakukannya? Tentu. Karena badai pasti berlalu, teman.


Catatan Kaki:
Orang yang berdedikasi tinggi tidak meninggalkan perusahaan dalam situasi sulit. Sebaliknya, dia bertahan dengan mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya untuk berontribusi dalam usaha penyelamatan.

Kamis, 05 Maret 2009

BUAT MAHASISWAKU YANG DI USB

mas, mbak, minta maaf ya, belum bisa upload ppt mata kulaih rorscach dan TAT/CAT, dikarenakan beberapa hal. temen-temen bisa langsung berhubungan dengan saya untuk mendapatkan softkopiannya. regards

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Kita mandi sekurang-kurangnya dua kali sehari. Dengan begitu kita berharap bisa terbebas dari segala bentuk bau dan kotor yang melekat didalam tubuh kita. Namun, kita tahu bahwa tubuh ini bukan semata-mata sebuah wujud kasar. Sebab, jika hanya wujud kasar saja; maka kita ini adalah jenazah. Didalam tubuh ini ada jiwa. Dan seperti jasad kita, jiwa kitapun membutuhkan kebersihan. Untuk jasad, kita mandi menggunakan lulur. Lantas memoleskan kosmetik dan wewangian. Untuk membersihkan jiwa kita, apa yang kita lakukan?

Ditempat tinggal saya yang lama beberapa tahun lalu, tukang sampah hanya datang dua kali dalam seminggu. Sehingga, kalau tempat sampah sudah terlanjur penuh, warga harus mengambil inisiatif sendiri untuk membersihkannya. Tak jarang sampah rumah tangga itu sudah menebarkan bau busuk. Tak heran jika ketika sampah itu dibongkar; belatung berlompatan kesana kemari.

Hey, apakah tadi saya bilang ada belatung? Benar. Belatung. Mengapa Tuhan menciptakan belatung dimuka bumi ini? Guru biology dan pakar kompos menjelaskan bahwa belatung berfungsi untuk menghancurkan sampah menjadi tanah gembur. Bisakah anda membayangkan jika didunia ini tidak ada belatung? Bumi pasti akan dipenuhi oleh sampah yang kita buat setiap hari. Kotoran ada dimana-mana. Bangkai berserakan. Dan tak mungkin lagi ada ruang yang masih tersisa untuk kita tinggali.

Diri kita juga seperti bumi yang kadang dipenuhi oleh sampah tak berarti. Pikiran kita kadang diwarnai oleh prasangka-prasangka negatif. Prasangka kepada atasan kita. Prasangka kepada kolega kita. Prasangka kepada pasangan kita. Dan prasangka kepada siapapun yang ada disekitar kita. Hati, kita dinodai oleh iri dan dengki kepada orang-orang yang lebih maju dari kita. Lidah kita belepotan dengan jejak-jejak perkataan penuh cela, dan makian serta hujatan kepada sesama. Pendek kata, sekujur tubuh kita; dipenuhi oleh sampah yang membuat diri menjadi kotor.

Bisakah anda membayangkan seandainya didalam diri kita tidak ada apapun yang berperan seperti belatung? Padahal, kita hidup selama puluhan tahun dengan sampah yang terus menerus bertambah. Jika tak ada yang membersihkan diri kita dari semua itu, maka sudah pasti kotoran itu akan melekat kuat didalam tubuh kita. Menempel seperti kerak arang hitamnya pantat penggorengan.

Melalui belatung itu, Tuhan menunjukkan kepada kita betapa pentingnya membersihkan diri. Sebab, sesungguhnya kita tidak hanya membuat sampah secara fisik, namun juga non fisik. Untuk sampah fisik, biarkan belatung yang dikirim Tuhan membersihkannya. Untuk sampah non fisik? Adakah Tuhan mengirimkan sejenis belatung khusus?

Didalam diri kita, ada dua jenis sampah. Pertama, sampah yang terbentuk karena kesalahan dan kekhilafan kita. Dan kedua, sampah berupa masuknya pengaruh negatif dari luar.

Sikap mawas diri adalah fungsi belatung yang ampuh untuk membersihkan diri dari kesalahan yang pernah kita buat. Orang-orang yang mawas diri tidak membela diri. Jika mereka salah, mereka dengan besar hati mengakui kesalahan itu; dan kemudian berusaha keras untuk tidak mengulanginya lagi. Mereka akan dengan tulus mengulurkan tangan untuk meminta maaf, dan mengatakan; ’Saya memang salah. Tidak akan saya ulangi kesalahan itu. Mohon dimaafkan’. Kebanyakan manusia bertindak sebaliknya. Itulah sebabnya, mengapa pengadilan pidana selalu berlarut-larut untuk sekedar mendapatkan pengakuan dari terdakwa. Karena tidak memiliki sikap belatung itu, mereka berdebat dan saling membela diri; sehingga kebenaran lari terbirit-birit. Kata belatung;’akui saja kesalahan itu, dan bersihkan dirimu dengan permintaan maaf.’

Bagaimana dengan sampah-sampah berupa pengaruh-pengaruh negatif yang masuk dari luar? Sampah jenis ini bisa berbentuk sikap dan tindakan orang lain yang tidak menyenangkan, misalnya. Hal itu bisa menimbulkan kebencian dan dendam didalam hati kita. Lalu, balas memaki dan membenci, sehingga jiwa kita yang bersih menjadi ternoda. Namun, orang yang memiliki belatung memilih untuk memaafkan para pemaki itu, dan membalas keburukan dengan kebersihan hati, serta kelapangan dada. Sehingga, tak ada balas dendam dalam kamus hidup mereka. Dan jika hubungan itu tidak dapat diselamatkan; mereka memilih menjauh daripada harus menceburkan diri kedalam kubangan.

Sampah dari luar juga bisa berupa tantangan hidup yang datang silih berganti. Kita tahu bahwa roda kehidupan terus berputar. Kadang kita diatas, kadang kita dibawah. Saat diatas, kita sering lupa betapa bernilainya kenikmatan itu. Saat dibawah, sering kita mengeluh seolah hidup tak pernah indah. Para belatung dalam diri kita membantu membersihkan sikap negatif sehingga dalam keadaan sulit pun kita selalu bisa bersikap positif. Mengapa kita bersikap positif? Sebab semua sikap negatif kita sudah dibersihkan oleh para belatung itu. Oleh karena itu, kita tidak bisa berbuat lain selain perbuatan-perbuatan positif saja. Bukankah itu yang bisa meningkatkan nilai kemanusiaan kita?

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://www.dadangkadarusman.com/
Business Administration & People Development
Business Talk Setiap Jumat: 06.30-07.30 di 103.4 FM Day Radio

Catatan Kaki:
Orang-orang berhati bersih itu ajaib. Sehingga, tak ada satu hal pun yang bisa meruntuhkannya.

Rabu, 04 Maret 2009

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Salah satu frase paling populer dilingkungan kita berbunyi;”belajar sepanjang hayat.” Jika kita terlalu berfokus kepada pelajaran formal, tentu frase itu tidak akan relevan. Namun, jika kita meyakini bahwa proses belajar itu bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, maka kita tidak akan pernah kehilangan momentum untuk bisa belajar dan meningkatkan diri. Tetapi, apakah proses belajar itu bisa dilakukan dalam ’situasi apapun’? Kelihatannya memang demikian. Dalam situasi sulit sekalipun? Betul. Sesulit apapun? Nampaknya begitu.

Saya teringat dengan sepeda pertama yang saya miliki dimasa kecil. Ketika mendapatkan sepeda itu, saya belum benar-benar bisa bersepeda. Sehingga ketika sepeda itu tiba dirumah, pada awalnya saya hanya bisa menatapnya saja. Rasa senang dan takut bercampur aduk. Lalu, berkembanglah itu menjadi antsusiasme dan kenekatan. Antusias karena senang, nekat karena sebenarnya belum bisa bersepeda. Walhasil, hal paling mudah dikenang dari masa-masa awal belajar bersepeda itu adalah ketika sepeda saya tidak bisa dikendalikan hingga menabrak box penjual rokok dipinggir jalan. Lecet disikut kiri kanan, ditambah omelan dari sang pedagang tidak bisa menghentikan kenekatan itu. Diulangi lagi. Dan ndilalah, lha kok setelah nabrak itu saya menjadi lancar bersepeda.

Saya yakin, anda memiliki pengalaman serupa itu ketika belajar bersepeda. Dan sekarang, kita semua sudah sangat mahir melakukannya. Cobalah anda bayangkan; apa jadinya kita seandainya dulu, kita langsung berhenti setelah terjatuh? Tentu kita tidak akan pernah mahir naik sepeda. Mengapa? Karena setelah kejatuhan yang menyakitkan itu, kita tidak mau mencoba memulainya kembali.

Menurut pendapat anda, apakah hidup juga demikian? Kelihatannya iya, ya. Dalam hidup pun, kadang kita terjatuh. Kita merasa sakit fisik. Sakit perasaan. Luka di badan. Dan luka kehormatan. Dan, seperti bersepeda tadi; seandainya kita berhenti setelah mengalami jatuh dan luka-luka itu, mungkin kita tidak akan terampil lagi dalam mengarungi hidup.

Dalam dunia nyata, kita menyaksikan betapa banyak orang yang benar-benar terhenti oleh kegagalan hidup. Oleh jatuhnya bisnis mereka. Oleh berakhirnya kontrak kerja mereka. Dan setelah bertahun-tahun kemudian, mereka terus terkurung oleh perasaan marah dan kecewa. Lantas menumpahkan kemarahan itu kepada tindakan-tindakan yang kurang produktif, sehingga akhirnya mereka benar-benar kehilangan makna hidup. Padahal, mereka adalah orang-orang yang memiliki potensi diri yang begitu tinggi.

Dalam dunia nyata, kita juga menyaksikan betapa banyak orang yang begitu gigih dan tidak membiarkan dirinya dihentikan oleh cobaan hidup yang berkali-kali menimpanya. Ketika bisnisnya jatuh, mereka bangun lagi. Jatuh lagi, bangun lagi. Itulah sebabnya mereka tidak menyebut bisnisnya ’jatuh’, melainkan ’jatuh-bangun’. Artinya, ketika terjatuh pun, mereka masih berusaha bangun lagi. Ketika perusahaan tempat mereka bekerja berkata;’we are sorry to tell you that we cannot keep you stay with us…..’ tentu mereka kecewa. Tetapi, mereka tidak berhenti pada ’kecewa’, karena segera setelah itu mereka meneruskan hidup dengan melakukan apa saja untuk memastikan roda kehidupannya terus berputar. Sehingga, meskipun mereka telah kehilangan pekerjaan itu; mereka menemukannya kembali. Bagaimana jika dengan semua usaha yang dilakukannya, mereka tidak berhasil menemukannya kembali? Mereka belajar sesuatu dari ketidakberhasilannya. Lalu mereka membuat pekerjaannya sendiri. Sehingga selalu ada pekerjaan yang bisa menjaga diri mereka tetap produktif.

Bagaimana mereka bisa setangguh itu? Sederhana; mereka percaya bahwa bahwa hidup selalu menyembunyikan pelajaran berharga. Dari perjalanan hidup mereka menemukan pelajaran untuk melanjutkan hidup. Dan, ketika secara konsisten mereka melakukan itu, mereka mendapati roda kehidupan terus berjalan. Dan semakin hari, mereka semakin terampil menjalaninya.

Senin, 02 Maret 2009

pio pertemuan ke 2 silahkan unduh disini
eksperimen ke 2 silahkan unduh disini, passwordnya tetap sama